EKONOMI
POLITIK NEOKLASIK
Teori neo-klasik merupakan pendekatan terhadap
ekonomi politik sekitar Abad ke 19, teori ini dianggap pembaharuan dari teori
klasik dan juga pembelaan teori klasik atas kritik yang dilakukan oleh teori
marxian. Adapun persamaan teori klasik dan neo-klasik sama-sama memandang bahwa
kegiatan ekonomi sebagai sebuah sistem yang berdiri sendiri. Akan tetapi
pembaharuan itu neo-klasik menggunakan sifat utilitarian untuk menjawab
pertanyaan tentang apa sifat dan tujuan dari ekonomi pasar. Bagi para pemikir
neo-klasik, “ekonomi” ada;ah transaksi-transaksi swasta yang dilakukan untuk
memaksimalkan kegunaan yang didapatkan individu sementara “politik” adalah
penggunaan kewenangan publik untuk mencapai tujuan yang sama juga.
Pendekatan neoklasik juga bertepatan dengan bangkitnya aliran marginalis dalam
ilmu ekonomi. Aliran marginalis membawa dampak perubahan yang cukup besar,
dimana perekonomian tidak lagi dipandang semata sebagai produksi dan reproduksi
materi melainkan sebagai logika dari tindakan manusia. Artinya bahwa setiap
barang dan jasa yang dibuat bersifat kemanfaatan dan tidak semata-mata hanya
proses produksi. Dasar berfikir ekonomi neoklasik bahwa dalam penikmatan
kebutuhan, manusia tidak selalu terpenuhi kebutuhannya karena adanya sumber
daya yang terbatas. Akibatnya untuk pemenuhan kebutuhannya seorang individu
harus membuat skala prioritas, yang dimaksudkan individu harus mempunyai
alternatif pilihan dalam sebuah tindakan ekonominya.
Dalam teori neoklasik mengasumsikan bahwa tindakan konsumsi terhadap berbagai
barang yang berbeda semuanya sama-sama menghasilkan satu dampak yang sama,
yaitu kepuasan (satisfication) atau kegunaan (utility) bagi
konsumen (Caporaso dan Levine, 2008: 187). Pilihan atau tindakan pelaku ekonomi
harus berdasarkan tujuan yang mengandung kepuasaan dan kegunaan, yang
dimaksudkan kegunaan setiap barang adalah tiap-tiap individu dalam memenuhi
kepuasaan tentunya berbeda hal inilah yg dimaksudkan bahwa tiap-tiap barang
juga memliki kegunaan yang berbeda.
Terkadang dalam pemenuhan kebutuhan juga dihadapkan dengan masalah kelangkaan.
Kelangkaan dapat terjadi dalam dua kondisi, yang pertama kondisi subjektif
yaitu individu tidak dapat memenuhi kebutuhannya dan juga bisa disebabkan
karena kondisi objektif atau minimnya ketersediaan barang atau sumber daya. Ini
membuat penerapan perilaku penghematan (economizing behaviour), dimana
semua pilihan harus dilakukan secara rasional dan seefisien mungkin.
Pandangan klasik dan neoklasik mempunyai kesamaan pemikiran mengenai kesejahteraan
kelompok. Kesejahteraan kelompok dapat ditingkatkan melalui kesejahteraan
individu, artinya bahwa tiap-tiap individu yang ada dalam kelompok tersebut
harus saling dapat mempengaruhi kesejahteraan antara individu satu dengan
individu yang lainnya. Kelompok dalam pandangan klasik dan neoklasik merupakan
sebuah konsep yang abstrak, artinya bahwa kelompok tidak punya tujuan.
Sedangkan individu dianggap konsep yang konkrit karena individu mempunyai
tujuan yang jelas dalam memenuhi kebutuhan. Dalam pemenuhan kebutuhannya,
tiap-tiap individu didorong untuk melakukan transaksi secara sukarela untuk
penigkatan kesejahteraannya. Apabila individu tersebut berhasil dalam memuaskan
kebutuhannya maka kesejahteraan kelompok dapat tercapai.
Kesejahteraan kelompok selalu terkait dengan optimalisasi Pareto. Yang menarik
dari optimalitas Pareto ini adalah bahwa pandangannya mengenai konsekuensi
sosial dapat ditentukan berdasarkan pilihan-pilihan subjektif yang dibuat para
individu. Dalam praktiknya, pendekatan neoklasik menghubungkan antara
kesejahteraan dengan pilihan. Semakin besar kisaran pilihan yang tersedia, maka
semakin besar level kesejateraan yang bisa dicapai, jika keadaan lain
tidak berubah (Caporaso dan Levine, 2008:194).
Pendekatan neoklasik memandang ekonomi politik menghasilkan dua jenis agenda
politik menurut Caporaso dan Levine dalam Teori-Teori Ekonomi Politik; Yang
pertama adalah agenda politik yang berusaha untuk mengamankan atau
mempertahankan sistem hak kepemilikan agar transaksi bisa terjadi secara
sukarela. Ini dilakukan dengan memberlakukan dan menegakkan beberapa aturan
tentang hak kepemilikan yang dirancang untuk menunjang tujuan-tujuan pencapain
kesejahteraan individu seperti yang digariskan oleh pendekatan neoklasik. Yang
kedua adalah agenda politik yang terkait dengan pihak-pihak yang tidak ikut
mengadakan kontrak tapi terpengaruh oleh kontrak atau transaksi itu, atau
agenda yang terkait dengan situasi-situasi di mana transaksi-transaksi yang
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan tidak dapat dilakukan karena
berbagai alasan yang bukan merupakan batasan-batasan yang harus dipatuhi agar
bisa menegakan hak kepemilikan.
Peranan politik dalam pandangan neoklasik mempunyai persamaan dan juga
perbedaan dengan pandangan klasik. Persamaan klasik dan neoklasik, sama-sama
mendang bahwa urusan ekonomi diluar urusan politik, artinya politik atau
pemerintah diciptakan untuk mengurusi hal-hal diluar ekonomi. Namun disisi lain
kalangan neoklasik juga memiliki pandangan yang lain mengenai peranan politik
dalam ekonomi, adanya tiga jenis kegagalan pasar yang ternyata tidak bisa
dijelaskan oleh kalangan klasik. Jenis kegagalan pasar itu disebabkan karena
adanya eksternalitas, kegagalan yang terkait dengan barang publik (public
good) dan kegagalan yang disebabkan karena terjadinya monopoli. Peranan
politik sangat diperlukan dalam pandangan neoklasik apabila pasar tidak
memberikan peluang kepada individu untuk mencapai level pemenuhan kebutuhan
sesuai dengan sumber daya yang tersedia.
Hak kepemilikan merupakan bagian penting dari analisis neoklasik. Dalam
pandangannya hak kepemilikan bukanlah sebuah bagian dari kegiatan ekonomi.
Melainkan sebuah bagian dari sebuah sistem hukum, yang dilindungi guna
maksimalisasi kepuasaan yang rasional. Hal itu kemudian diatur agar hak-hak
kepemilikan memiliki batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Artinya kebebasan
dalam memilik tidak boleh sampai bersinggungan dengan kebebasan orang lain.
Mengenai pandangan mengenai hak kepemilikan terhadap politik, sebanarnya ada
dua teori yang membicarakan hal tersebut. Yang pertama, teori positivis
menyebutkan bahwa hak kepemilikan tercipta karena sebuah proses politik dan
oleh karenanya yang memiliki sifat yang sama maka hak kepemilikan dapat
diganggu-gugat sama dengan proses politik yaitu melewati pengadilan. Yang
kedua, adalah teori naturalis, artinya hak kepemilikan tidak didapat melalui
proses politik melainkan hak itu sudah diperoleh sejak seseorang dilahirkan dan
hak tersebut merupakan konsep dasar dari manusia yang beradap. Hak tersebut
juga mempunyai peranan yang penting dalam proses politik meskipun kedudukannya
tidak bersifat politis.
Eksternalitas
Ttransaksi
yang dilakukan secara sukarela adalah syarat mutlak dalam konsep neoklasik
tentang interaksi antar manusia. Transaksi secara sukarela adaah bentuk yang
paling mendasar dari sebuah hubungan antar manusia karena alasan alasan
tertentu. Status tinggi yang didapatkan oleh transaksi seperti ini berasal dari
ide bahwa kehidupan manusia adalah maksimalisasi terhadap kebutuhan pribadi
dalam konteks keterbatasan sumber daya. Transaski secara sukarela, serta
asumsi bahwa setiap orang selalu tahu apa yang ia inginkan. Secara logis
akan membawa kita pada kesimpulan tentan optimalitas pasar.
Tapi sayangnya, pasar bebas tidaklah selalu optimal bahkan ketika diukur
menurut standar standar dalam pendekatan neoklasik sendiripun. Alasan pertama
karena teorema dari hubungan pasar bebas dengan maksimalisasi kekayaan
mengasumsikan bahwa orang yang tidak terlibat dalam sebuah kontrak yang dibuat
beberapa orang lain tidak akan mendapatkan pengaruh apapun dari kotrak itu.
Eksternalitas merujuk ada beberapa dampak dari transaksi yang menimpa orang
orang yang bukan bagian dari tansaksi itu. Jika transaski benar benar bisa
menghasilkan dampak terhadap orang lain yang tidak terlibat dalam transaksi
tersebut, maka dari itu bahwa transaksi itu belum tentu bisa meningkatkan
kesejahteraan. Apa sebenarnya yang dimaksut eksternalitas? Eksternalitas adalah
“dampak (dari transaksi –pent) terhadap pihak ketiga (yang tidak ikut transaksi
–pent) yang tidak melewati system harga dan muncul sebagai efek samping yang
tidak disengaja dari kegiatan orang lain atau kegiatan perusahaan lain” (Rhoads
1985:113).
Hubungan teoritis antara eksternalitas dengan Negara. Ini bisa di mulai
dengan mengajukan beberapa pertanyaan. Pertama mengapa eksternalitas sebaiknya
tidak terjadi? Kedua apa masalah yang di timbulkan oleh eksternalitas bagi
pendepatan neoklasik? Pertanyaan tersebut di jawab dengan perspektif keadilan
social, yaitu bahwa ika eksternalitas terjadi, maka aka nada orang lain yang
menerima keuntungan atau harus mengeluarkan biaya untuk urusan urusan yang
terjadi bukan atas kehendak mereka sendiri. Dalam ilmu ekonomi neoklasik
sendiri memiliki alasan, bahwa eksternalitas dapat mengganggu efisiensi dari
operasi dalam perekonomian. Contoh eksternalitas negative yang di timbulkan
oelh perusahaan, seperti polusi yang menimbulkan biaya atau kerugian bagi pihak
pihak di luar perusahaan dalam bentuk gangguan kesehatan dan biaya pengobatan.
Teori neoklasik mengatakan bahwa perusahaan akan menaikan level produksi sampai
biaya dari penambahan output, atau biaya marginal, menjadi sama dengan harga
yang digunakan untuk menjual output itu, jika biaya marginal ini lebih tinggi
dari pada harga, maka menjual lebih banyakoutput justru akan menelan biaya yang
lebih tinggi daripada pendapatan yang diterima dari harga jual, sehingga produsen
justru merugi. Tetapi selama biaya marginal masih lebih rendah daripada harga
jual, perusahaanbisa menaikan laba dengan memproduksi lebih banyak.Jika kita
menganggap bahwa harga produk sudah di patok (given) dan di asumsikan bahwa
return yaqng didapatkan mengalami penurunan sepanang waktu (dimininshing
return), barulah kita dapat melihat dengan mudah bagaiman ekternalitas
menghasilkan level produksi yang tidak effisien.
Perhatikan dua situasi berikut : pertama adalah situasi dimmana ada sebagian
dari biaya produksi (yaitu biaya yang di bebankan dalam bentuk masalah
yang menimpa orang orang yang terkena eksternalitas negative) adalah biaya yang
tidak termasukkan dalam perhitungan biaya marginal oleh perusahaan. Kedua biaya
yang berbentuk eksternalitas negative itu dimasukan ke dalam perhitungan
perusahaan (misalnya ketika perusahaan terkena pajak lingkungan). Ketika biaya
dari eksternalitas negated yang di derita pihak lain tidak dimasukan dalam
perhitungan biaya perusahaan, maka level produksi dalam penghitungan biaya
perusahaan, maka level produksi yan bisa memaksimalisasi laba akan
menjadi lebih tinggi daripada seandainya biaya eksternalitas negative dimasukan
alasannya adalah sebagi berikut. Ketika kita memaksa perusahaan untuk memasukan
biaya eksternalitas negative itu ke dalam pembukuanya makan biaya marginalnya
akan lebih tinggi untuk tiap tiap level output sehingga untuk satu level harga
tertentu, level output yang bisa memaksimalkan laba akan menjadi lebih rendah.
Dalam pemikiran neoklasik ide tentang himpunan kegitan yang dilakukan pelaku
ekonomi dengan menimbulkan dampak bagi pihak lain adalah sebuah ide yang
membuka kemungkinan bagi masuknya pernan politik, dimana politik disini
dipahami sebagai tindakan dari Negara (Baumol (1952) 1965; Whynes dan Bowles
1981; Mansfield 1982). Pertama tama, proses politik dapat digunakan untuk
megoreksi defisiensi pasar dengan cara mengatur agar biaya dan keunungan
pribadi selaras dengan biayadan keuntungan social ada beberapa instrument kebijakan
yang dapat digunkan untuk menimbulkan kesamaan antara biata pribadi dengan
biaya social ini. Salah satunya adalah denda, contoh lainya adalah subsidi.
Pendekatan kedua yang banyak digunakan untuk memngurangi eksternalitas adalah
lewat regulasi pemerintahan. Berbeda dengan denda dan subsidi, yang berusaha
untuk membatasi eksternalitas lewat system harga, regulasi berusaha
mengendalikan eksternalitas dengan menetapkan aturan, seperti misalnya yan
berbentuk standar standar yan dapat diberlakukan dengan ancaman hukuman. Dengan
kata lain regulasi adalah berbentuk larangan dan tuntutan yang bersifat
mengikat.
`Respon ketiga yang dapat diberikan pemerintah
unuk mengatasi eksternalitas adalah lewat system peradilan, yaitu dimana
pihak pihak yang merasa dirugikan oleh eksternalitas bisa memperkarakan pihak
yang di anggap menimbulkan eksternalitas itu kepengadilan.
Barang Publik
Peran
penting dari barang public melibatkan banyak level dari kegiatan pemerintah ,
mulai dari masalah sanitasi dan aturan lalu lintas untuk level pemerintah local
sampai pada kebijakan pertahanan Negara pada level Internasional. Alasan
mengapa barang public diproduksi dalam level yang terlalu rendah ini adalah
karena pasar hanya mau meproduksi barang-barang yang memungkinkan produsennya
untuk bisa mendapatkan keuntungan. Ketika barang-barang ini selesai diproduksi
, barang barang ini langsung masuk dalam wilayah public. Dan memang salah satu
definisi dari public adalah barang yang begitu di produksi untuk anggota
tertentu dari sebuah kelompok akan secara otomatis bisa digunakanoleh
semua anggota dalam kelompok itu. Defenisi ini menunjukkan pentingnya sifat
non-eksklusif (terbuka bagi semua orang) dalam barang public.
Sifat umum dari barang public adalah sifat non-eksklusif
dan non-rival (tidak tersaingi dan tidak menyaingi) Hubungan antara barang
public dengan ekonomi politik, barang public adalah tema yang menarik Karen
barang public menunjukkan batas-batas dari model pasar sempurna yang terdiri
dari pelaku pelaku yang mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Alasan-alasan
mengapa barang-barang public tidak dapat diroduksi oleh pasar dan kelemahan
pasar ini mendorong orang untuk beralih ke politik. Masalah yang menghambat
penciptaannya barang-barang publik.
Masalah yang menghambat penciptaan barang-barang
public pada level mikro-ekonomi bahwa individu tidak menginvestasikan
energy dan sumber daya untuk memproduksi barang-barang public itu karena
individu yang melakukan investasi semacam itu tidak bisa mendapatkan semua
keuntungan yang bisa diberikan oleh barang public itu. Untuk level
makro-ekonomi, kesulitan pasar untuk memproduksi barang public ini terjadi
karena biaya dan keuntungan dari individu tidak dapat dihubungkan dengan biaya
dan keuntungan sosial yang dihasilakan barang public itu. Seperti yang
ditunjukkan oleh Shitglitz, kekurangan pada barang public ini adalah sebuah
bentuk inefisiensi yang dapat menjadi alasan bagi pemerintah untuk melakukan
intervensi (Sitglitz 1988:75)
Fakta bahwa pasar tidak dapat menghasilakan
barang public tidaklah terlalu berarti bahwa pemerintah pasti bisa
menyediakannya. Selain itu, penyediannya barang public memerlukan kerja tim,
sehingga di dalamnya juga akan terjadi masalah tindakan kolektif. Negara-negara
pada posisi lebih baik untuk mengatasi masalah-masalah ini karena Negara
punya kewenangan untuk menggunakan koersi (kekerasan , paksaaan ) untuk memaksa
setiap individu-individu untuk melakukan tindakan-tindakan demi
kepentingan bersama ( yaitu memaksa mereka untuk membayar agar bisa mendapatkan
keuntungan dari barang public). Selain itu pemerintah adalah lembaga yang
lebih kuat sentralisasinya daripada pasar sehinga memungkinkan Negara untuk
memngatasi masalah-masalah koordinasi dalam pengambilan keputusan yang desentralisai.
Oligopoli dan Monopoli
Pasar
dengan persaingan sempurna adalah yang memiliki penjual dan pembeli dalam
jumlah besar. Ukuran kekayaan dari tiap-tiap produsen dan konsumen sangat kecil
jika dibandingkan dengan total yang ada di dalam pasar,sehingga tiap-tiap satu
pelaku tidak dapat mempengaruhi kondisi agregat dari pasar,terutama harga.
Pilihan yang bisa dibuat tiap-tiap pelaku adalah sebatas apa yang akan mereka
produksi. Ketika perusahaan dalam sebuah pasar menjadi terbatasi kemampuanya
seperti ini,maka dapat dikatakan bahwa pasar berfungsi sebagaimana
mestinya. Beberapa ilmuwan (seperti Lindblom 1977) mengajukan sanggahan bahwa
perekonomian industrial tidak sesuai dengan deskripsi tentang pasar yang
persainganya sempurna.
Oligopoli dikatakan terjadi ketika beberapa perusahaan mengendalikan sebagian
besar dari pasar atau aset dalam pasar untuk sebeuah sektor tertentu.
Perusahaan hanya bisa mengatur parameter-parameter utama dalam pasar,seperti
misalnya harga. Perusahaan-perusahaan dalam oligopoli bisa menentukan atau
menetapkan level harga lebih tinggi dibandingkan dengan level harga yang bisa
terbentuk dalam persaingan sempurna. Selain menaikan harga, perusahaan dalam
oligopoly juga bisa membatasi output,karena mereka sudah mendapatkan laba yang
tinggi dengan menjual prodok yang lebih sedikit dengan harga yang lebih
tinggi. Dari sudut pandang efesiensi,scenario diatas akan dirasa
memperhatikan. Perusahaan akan menghaasilkan “terlalu sedikit” tapi meminta
harga yang “terlalu tinggi” jika dibandingkan dengan standar berupa kondisi
dalam persaingan sempurna. Individu – individu dan perusahaan-perusahaan yang hanya
mampu membeli dengan harga Yang lebih rendah akan menjadi tersingkir dari
pasar. Kepuasaan atau kegunaan (utility) akan menurun. Dalam situasi ini,harga
tidak mencerminkan biaya produksi dan kelangkaan sumber daya tidak
teralokasikan dengan efisien.
Dalam situasi dimana ada ekstranalitas dan barang public, pasar tetap mengalami
kegagalan ketika kondisi persaingannya sudah ideal. Di dalam oligopoly,
kegagalan di tengah kesempurnaan ini masih di perparah lagi oleh inefisensi
yang disebabkan oleh terkikisnya tingkat persaingan dalam pasar itu sendiri.
Namu yang sama antara kondisi eksternalitas dan barang public dengan kondisi
oligopoly adalah bahwa sama sama ada alasan kuat bagi pemerintah untuk
melakukan intervensi . perekonomian menjadi terhambat kemampuannya untuk bisa
mengalokasikan sumber daya secara efesien. Pemerintah bisa melakukan intervensi
untuk memecah perusahaan-perusahaan yang lebih besar ini menjadi perusahaan-
perusahaan kecil agar mencegah terjadinya kolusi antara perusahaan besar untuk
menetapkan harga seenaknya sendiri dan untuk menghalangi terjadinya
merger-merger yang bisa menghambat persaingan.
Refrensi
Coporaso,
James dan David Levine. 2008. Teori-Teori Ekonomi Politik. Jogjakarta:
Pustaka Pelajar.
Deliarnov. 1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Edisi
Ketiga. Raja Grafindo Persada: Jakarta.